Berpikir Nyata



Dahulu, aku enggan untuk bermimpi. Karena menurutku, mimpi hanya berupa ide atau gambaran semu yang tidak akan pernah bisa aku wujudkan. Juga mimpi, yang membuatku hidup ini seolah tak nyata. Imajinasiku selalu berfantasi atas sesuatu yang jauh dan tak mungkin bisa kurealisasikan. Rasanya, aku terlalu takut untuk bermimpi. Padahal, tak sedikit orang yang meraih sukses berawal dari mimpi.

Mungkin, aku tak seberuntung mereka (yang meraih sukses berawal dari mimpi). Bagiku, mimpi hanya menghambatku untuk berpikir real (nyata). Pikiran yang menurutku, mengajarkan bagaimana menggapai sesuatu yang real tanpa harus disibukkan dengan hal-hal imajinatif.

Bagiku, hidup ini nyata. Banyak hal yang bisa kulakukan daripada hanya berkutat dengan mimpi yang tak pasti. Meski demikian, bukan berarti mimpi tak memiliki arti. Bagi sebagian orang, mimpi laksana ruh. Ruh yang membuat mereka tetap bersemangat memaknai hidup. Terlebih, jika mimpi mereka tersebut belum terealisasi.

Bermimpilah, dan buatlah mimpi itu jadi kenyataan.  Inilah kata yang menurutku cukup ajaib. Kata yang dipopulerkan oleh salah satu aktris terbaik Indonesia, Agnes Monica. Ia memang pintar, cantik, dan berkarakter. Kini, ia sedang gencar mewujudkan mimpinya itu, yakni, Go international atau berkarir hingga level internasional.

Bermimpi memang bukan selamanya berfantasi. Jika mimpi itu dikatakan sebagai bunga tidur, menurutku benar adanya. Namun, mimpi yang ingin kutekankan dalam tulisan ini, bukanlah mimpi saat kita tertidur. Melainkan, berbicara mimpi besar yang dimiliki setiap individu. Mimpi yang akan membawa empunnya untuk berimajinasi membayangkan dirinya berada dalam kondisi mapan.

Terkadang, mimpi selalu diidentikkan dengan sebuah pencapaian yang membuat kita mapan. Pencapaian yang kerap diliputi rasa ketidakpercayaan. Mimpi memang bukanlah hal yang absolut. Karena menurutku, manusialah yang akan membuat mimpi itu menjadi absolut.

Disadari atau tidak, bermimpi sama halnya berharap. Berharap atas sesuatu yang telah kita gantung di atas imajinasi kita. Juga harapan, yang dikemas dalam balutan cita dan keinginan. Namun, semuanya itu akan menjadi lebih berarti, jika kita berhasil memanifestasikannya. Artinya, mimpi itu tak menjadi impian belaka.

Karena bagaimanapun, antara mimpi dan impian memiliki perbedaan yang jelas. Jika kita memiliki mimpi, namun tak ada sedikitpun upaya-upaya yang kita lakukan untuk mewujudkan mimpi tersebut, itu berarti impian. Tentu, hal itu sangat berbeda dengan mimpi, yang penjelasannya telah aku tulis di paragraf atas.

Menurutku, siapapun berhak untuk bermimpi. Karena setahuku, tak ada kriteria khusus bagi orang yang ingin bermimpi. Hanya saja, menurutku, bermimpi juga perlu realistis. Walaupun sebenarnya, tak ada batasan untuk bermimpi.

Sejatinya, bermimpi dan berpikir realistis memang dua sisi yang bertolak belakang. Bagaimanapun, mimpi merupakan sebuah ekspresi seseorang terhadap keinginan dan harapan yang ingin dicapai. Karenanya, tak pantas jika mimpi disandingkan dengan berpikir realistis.

Namun, secara pribadi, aku tak ingin hidupku terbuai oleh mimpi. Aku ingin melakukan sesuatu yang menurutku bisa memberikan dampak positif bagi diriku. Prinsip ini, bukan berarti aku menganut pola pikir pragmatis. Hanya saja, aku ingin mengejar sesuatu yang nyata dan bukan sebaliknya.

Karena mimpi, tak sedikit orang jadi lupa diri. Juga karena mimpi, orang bisa berbuat hal yang tak lazim, seolah menjadi lazim, dan yang tak mungkin menjadi mungkin. Tentu, semua itu tergantung dari bagaimana cara kita menginterpretasikan mimpi.

Membincang tentang mimpi, sebenarnya, aku juga bukan pribadi yang anti mimpi. Hanya saja, aku tak ingin berlebihan dalam memaknai mimpi. Bagiku, mimpi cukup hanya menjadi stimulan untuk sejenak berimajinasi.
Sekali lagi, aku  tak ingin terjebak pada pusaran mimpi. Pusaran yang pada akhirnya membuatku lupa akan hal-hal yang besar. Pusaran yang juga akan mengalihkan perhatianku terhadap hal-hal kecil yang berada di sekitarku.

Namun, bila sedikit aku bermimpi. Aku ingin mengelilingi dunia ini. Aku tak ingin hidupku  yang singkat ini, hanya terhenti pada pijakan Bumi Pertiwi. Aku ingin menginjakkan kaki di tanah-tanah negara lain. Turut merasakan atmosfer dan cita rasa alam jagat raya ini.

Mungkin, kalimat di atas cukup berlebihan. Jika aku mengatakan, ingin mengelilingi dunia. Menurutku, mengelilingi dunia bukan berarti akau mengelilingi semua negara atau tempat (spot) yang ada di dunia.
Tetapi, yang aku maksud adalah, aku ingin mengunjungi beberapa negara di dunia ini. Menyisakan bekas dan pengalaman mendalam di memoriku.  Tentu, negara-negara yang ingin kukunjungi itu telah menjadi destinasi favoritku. Yang rasanya, selama ini hanya kusimpan dalam mimpi.

Di antara negara-negara tersebut, negara-negara asal Benua Biru cukup mendominasi destinasiku. Karena menurutku, negara-negara Eropa cukup menawarkan sense yang berbeda di antara negara di benua lainnya. Menurutku, Eropa menawarkan modernisasi, elegant, glamour, dan berbagai aspek lain. Hingga tak jarang, jika Benua Eropa, kini, menjadi pusat kebudayaan.

Salahsatunya adalah Prancis (France). Negara yang juga dikenal sebagai pusat mode ini, menurutku, menawarkan berbagai keindahan. Selain dikenal dengan Menara Eifelnya, Prancis juga populer sebagai negara yang memiliki akar kebahasaan yang kuat. Maka tak salah, jika Bahasa Prancis cukup memiliki pengaruh yang besar dalam perkembangan bahasa di Eropa.

Selain itu, Italia menjadi destinasiku yang kedua. Menurutku, Negeri Pizza ini mengundang decak kagum bagi orang sepertiku. Terlebih, jika dilihat dari bangunan-bangunan tua yang menghiasi setiap sudut-sudut kota. Bagiku, Italia memiliki sistem tata kota yang baik. Buktinya, bangunan-bangunan yang syarat akan sejarah itu tidak lantas dihancurkan, melainkan, dijadikan sebagai nilai pariwisata.

Apalagi, Kota Venice. Kota yang menurutku mencerminkan kesejatian dari era modernisasi. Di kota ini, modernisasi tidak seperti yang kita anggap selama ini. Di sana, masyarakat cukup menghargai budaya, estetika, dan nilai-nilai yang ditanamkan nenek moyang mereka.

Destinasi terakhirku adalah Arab Saudi. Sebagai seorang muslim, tentu, aku sangat mendambakan bisa mengunjungi negara ini. Menurutku, negara yang menjadi pusat Umat Islam ini, menyimpan banyak kisah. Kisah yang mengajarkanku banyak hal. Terutama, mengajarkan bagaimana hidup toleran antar ras, etnis, dan umat beragama.









0 komentar :

Posting Komentar

Cancel Reply

Posting Komentar